Siti, ibu dari Hafidz (pasien dampingan BFLF) penderita
thalassemia dari Indrapuri ini harus transfusi darah ke RSUZA dua Minggu
sekali.
Menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga dan harus merawat ketiga putra putri nya seorang diri tak menjadi alasan baginya untuk tetap membahagiakan keluarga kecilnya itu.
Siti, pergi dari rumah kerumah tiap harinya untuk untuk memenuhi nafkah keluarga kecilnya dengan berjalan kaki sambil mengendong putri kecilnya yang masih berusia 8 bulan.
"Kecil sekali lengannya yah bu" gemes salah satu relawan BFLF saat melihat betapa chubby pipi putri kecilnya itu yang berbanding terbalik dengan ukuran tangan si bayi.
"Ini dia uda kurus banget dik, sebelumnya dia sangat sehat dan lebih chubby lagi" ujar Siti sambil tetap mempertahankan senyum di bibirnya.
Fida, relawan BFLF ini tak menyangka ungkapannya tadi dapat
menghantarkan mereka pada kisah pilu Siti detik itu juga.
"Kaka udah lama gak kasih dia susu formula, kalau ada rezeki nanti Kaka mau beliin dia susu formula lagi"
"Jadi sekarang dia minum apa juga bu?" Tanya Fida
yang entah darimana pertanyaan itu muncul.
"Cuma kasih air putih aja"
Setelah percakapan itu , bayi kecil yang terlihat sedang tidak baik-baik saja itu sedikit rewel namun tak mau ASI. Alangkah terkejutnya Fida melihat ibunya sudah mempersiapkan dua botol susu yang isinya adalah air putih, ia mengganti botol kedua saat botol pertama habis. Fida yang iba hampir saja mengeluarkan airmata melihat apa yang terjadi di hadapannya barusan, namun ia tahan karena tidak mau membuat Siti bersedih.
Siti menceritakan sebab ia merawat ketiga putra putrinya seorang diri, berawal dari suaminya yang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di dalam jeruji besi akibat menggunakan narkotika, dan ini kedua kalinya suaminya di tangkap.
Siti mengaku tidak tahan lagi dengan keadaan suaminya,
mengingat suaminya yang pemakai itu sama saja dia harus mencari nafkah sendiri
untuk anak-anaknya baik suaminya ada atau tidak.
"Suami kaka kerja 24 jam banting tulang tapi uangnya ga ada dia bawa pulang untuk kakak" ceritanya
"Ramadhan tahun lalu saat rumah singgah masih di
kampung laksana, suami kaka cuma kasih uang 100 ribu untuk lebaran. 100 ribu
cukup untuk apa dik ? Disitu kaka bener bener nangis di teras rumah singgah,
adik bisa liat rekaman cctv disitu kaka beneran nangis. Tapi yang namanya kita
orang tua kan dik, kaka tetap pergi ke serba 35 untuk cari baju lebaran
anak-anak kaka" lanjutnya dengan mata mulai berkaca-kaca.
Siti mengaku khawatir suatu saat hafidz anak pertamanya itu memiliki dendam dengannya karena masa kecilnya banyak dimintai membantu nya menjaga adik, juga waktu Hafidz untuk bermain harus terpangkas karna ia sering minta tolong Hafidz untuk menjaga adik kecilnya itu.
Siti merasa sangat bersyukur karna BFLF menyediakan layanan ambulance sehingga ia sangat terbantu dalam proses transfusi. selain itu, sebelum pulang Siti menyempatkan untuk berbelanja kebutuhan ia dan anak-anak agar bisa di bawa pulang sekalian dengan ambulance sehingga tak lagi kesusahan berbelanja dengan ketiga putra putrinya dan membawa tentengan berat itu dengan berjalan kaki sambil menggendong putri kecilnya itu.
Siti menjelaskan jadwal transfusi ini adalah kesempatan banginya untuk libur kerja dan bisa meluangkan waktu untuk anak-anak sepenuhnya di hari itu, Hafidz juga bisa bermain sepuasnya tanpa harus di pangkas waktu bermainnya karna harus menjaga adik saat ia bekerja
"Tapi yaa resikonya kerjaan kaka menumpuk, yang
biasanya Kaka cuci baju orang tiap hari, karna libur besoknya kaka harus nyuci
dalam jumlah besar, belum lagi pekerjaan kaka yang lain di tempat lain
dik" ujarnya dengan tetap mengukir senyum di bibirnya