Kisah ini bermula sebelum Dinda menikah, sosoknya sudah
menjadi pendonor rutin pasien leukimia, saat ini penggunaan media social belum
terlalu canggih hanya bermodalkan SMS. Dinda menjadi pendonortetap hingga
pasien tersebut meninggal dunia, Dinda sama sekali belum pernah berjumpa dan
melihat wajah pasien tersebut.
“Din… Biasa.” isi pesan tersampaikan.
Ia kemudian bergegas ke Palang Merah Indonesia (PMI).
Setelah menikah dan melahirkan, anak keduanya masuk Neonatal
Intensive Care Unit (NICU). Ibu mana yang tidak resah mendengar pesan dokter
kalau peluang hidup tipis sibuah hati. Saat itu, ia ingat tentang kisah tiga
orang yang terkurung didalam goa berwasilah (berdoa dan meminta kepada Allah)
dengan kebaikan yang pernah dilakukan maka pintu goa terbuka.
Ia merenung, mengingat kebaikan apa yang pernah dibuat,
Dinda merasa tidak pantas meminta kepada Rabnya. Dalam tangis pada sujud dia
berbisik lirih memohon pertolongan Allah.
“Hebatnya Allah Mba, semua kayak keajaiban anakku
menunjukkan grafik sehat secara signifikan. Keluar dasri NICU alhamdulillah
sekarang anaknya sudah 9 tahun,” kenang Dinda.
Setelah kejadian itu, dinda bertemu dengan Michael
Oktaviano, pendiri BFLF sejak Desember 2010 dengan prinsip “sebaik-baiknya
manusia adalah manusia yang bisa bermamfaat untuk manusia lainnya”. Pertemuan
tersebut bermula dari perselancaran Dinda pada media social Facebook, ia kerap
melihat postingan Damrus, salah satu penggerak BFLF Meulaboh yang sering
memposting kegiatan donor darah.
“Saat ketemu Bang Michael dan BFLF langsung nge-klik, ini
jalan kebaikan, ini jalanku cari bahagia. Ini caraku berwasilah supaya
anak-anakku di jaga Allah. baru sepekan lalu saya antar dia ke pondok
pesantren, jd bergantung ke Allah, minta ke Allah supaya anakku jg dikelilingi
orang-orang baik,” ujarnya.
Saat melakukan perjalan ke Sabang, Dinda bertemu Michael di
sela-sela rutinitas bersama kick andy. setelah melalui begitu panjang obrolan
Dinda kemudian berinisiatif untuk menggerakkan BFLF di Medan dengan tujuan
membantu para pasien yang membutuhkan darah.
“Dan keajaiban itu terjadi lagi Mba. Dipertemukan dengan
orang yang Masya Allah baik selain ustad-ustad di pondoknya untuk bantu jaga
anakku” lanjutnya.
“Berjalan natural dimulai dari diri sendiri juga bareng
suami, ngajakin beberapa temen untuk serius follow up. Buat program yang
realistis tanpa ganggu jam kerja,” sambung Guru Al-Fityan asal medan ini.
Awalnya, Dinda merasa ragu untuk memposting seluruh kegiatan
ke media social, ia khawatir Riya, namun kemudian ia tersadar bahwa yang dilakukannya
merupakan ajang untuk mengajak pada kebaikan.
“Awal-awal kemarin sering lupa foto dan upload berita,
rasanya malu, terus sedikit ada perang batin khawatir riya. tetapi semakin
kesini ternyata dr 1 foto yg kita share di media mengundang simpati dari banyak
orang,” ucapnya.
“saya berkesimpulan masih sangat banyak orang baik disekitar
kita. Syiar yang menggerakan orang lain juga untuk ikutan. Kita tidak kenal
pasien, pendonor juga tidak kita kenal tapi bertemu dalam proyek kebaikan yang
saling menguntungkan. Semoga kecipratan pahalanya dengan menjadi fasilitator,”
harapnya.
Beberapa kegiatan selain donor darah, BFLF Medan melakukan
program rutinitas lain seperti program nasi jum’at berkah kepada jamaah
masjid,kegiatan ini sudah berjalan selama setahun dibantu oleh ibu rumah
tangga.
“Ada hal yg tak terlupakan, karna mesjidnya di depan rumah
kami jadi ada ibu-ibu dari kampung sebelah yang antar anaknya sholat di mesjid
ini. Karena si anak maunya sholat disini karena habis sholat dapat makan,
alhamdulillah setiap pekan enampuluh hingga seratus bungkus kita salurkan,”
ujarnya.
Terdapat dua anak yatim binaan BFLF Medan. Selain itu Dinda
bersama suami saat ini terus mencari orang tua asuh darah untuk pasien
talasemia dan sudah menemukan dua orang tua asuh tetap.
“Trus kita jg ada bina anak yatim, baru 2 org sih, Cemburu
ih sama Bang Michael binaan anak asuhnya
banyak. Selama ini gerak sendiri aja,” kata Dinda.
“Ketemu Bang Michael dan BFLF seperti frekuensi radio yang
punya kesamaan fibrasi gelombangnya. Langsung nge klik, saat ini seluruh
kegiatan kemanusiaan pake cover BFLF Medan,” lanjutnya.
Menjawab tantangan Michael, Dinda dan suami akhirnya membuat
rumah singgah yang dibantuk oleh istri Dirut Adam Malik.
“Ini ditantang Bang Michael untuk buat rumah singgah.
Qadarullah dipermudah dengan dibantu Dirut Adam Malik. Istrinya bersedia back
up kita,” ucapnya.
Saat ini, BFLF Cabang Medan dikelola oleh Dinda dan suami. Ada
beberapa relawan lainnya bersama Dinda seperti Masitah, Riana, Icha, dan Lina
yang memiliki semangat tinggi dalam memperjuangkan kesehatan semua umat.
“Diantara kami berlima, empat diantaranya tak layak jd
pendonor. Dua orang dengan berat badan tak sampai 50 kg dan dua lainnya dengan Hb selalu rendah. Tp
semangatnya dahsyat, kadang jam 12 malam kerumah sakit mau donor tapi ternyata
Hb rendah. Semoga niat baiknya mendapat nilai istimewa dari Allah,” tutupnya. [Helens]