Panggilan “Mak” kembali Terdengar Dari Munira

Friday 30 July 2021 | 9:38 pm WIB Last Updated 2021-08-01T06:19:55Z

 


Suasana pagi kembali mewarnai kehidupan keluarga gadis kecil ini, melihat Munira dalam keadaan meangis berkepanjangan, keluarga akhirnya memutuskan untuk menyetujui rujukan itu.

 

Dengan mengantongi segenap harapan demi buah hati, pagi itu sang ibu bergegas menyiapkan segala perlengkapan yang harus dibawa agar tidak ada yang tertinggal.

 

Menggunakan becak, keluarga ini pergi menuju rumah sakit Zainal Abidin, Banda Aceh. Tentunya dengan segala prosedur protokol kesehatan ditengah wabah pandemi ini, lagi dan lagi Munira harus  menjalani pengetest-an Swab sebelum masuk ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).

 

Pada pukul 01.00 WIB Munira mendapatkan ruang inap. Setelah mendapatkan suntikan obat selama di ruang inap, Munira tidak langsung bisa melakukan CT SCAN, butuh waktu 20 hari untuk Munira mendapatkan jadwalnya, karena banyak pasien yang mengantri untuk melakukan CT SCAN juga.

 

Jadwal yang diterima Munira ini terbilang cepat dari pada biasanya. Kemudahan selalu datang kepada setiap hamba yang berusaha. Ayah Munira mendapatkan jadwal CT SCAN dari salah satu pasien yang kebetulan tidak jadi melakukan CT SCAN, dari situlah nama Munira diopsikan untuk menggantikannya. Syukurpun terucap dari bibir kedua orangtua Munira.

 

Pemeriksaan CT SCAN atau Computerized Tomography Scan adalah prosedur pemeriksaan medis yang menggunakan kombinasi teknologi sinar-X dan sistem komputer khusus untuk menghasilkan gambar organ, tulang, dan jaringan lunak di dalam tubuh.


****

Hari yang ditunggu-tunggupun hadir, Munira mulai berpuasa dari pukul 04.00 WIB hingga 11.00 WIB untuk mendapatkan hasil maksimal. Semua dilaluinya dengan lapang dada, hingga pekikkan manja seketika hilang dari bibir mungilnya.

 

Setelah 2 hari berlalu, hasil CT SCAN keluar. Rasa gundah mulai terlihat dari wajah kedua orang tuanya, gelisah menunggu dokter membacakan hasil.

 

“Pak, buk,  ternyata Munira mengalami penyakit Tumor Adenokarsinoma. Adenokarsinoma merupakan jenis karsinoma yang tumbuh dan berkembang di berbagai organ tubuh, terutama yang memiliki kelenjar di dalamnya, seperti payudara, paru-paru, esofagus, kolon, pankreas, prostat,” pungkas pak dokter.

 

Mendengar perihal itu, ibu langsung terdiam. Sang ayah yang kuat tidak tahan air mata langsung membasahi pipinya. Ingin membawa Munira pulang, begitu yang terlintas dipikiran mereka kala itu. Namun apa yang dapat dilakukan? Satu sisi ingin anak sembuh, disisi lain tidak tega melihat anak mengalami proses penyembuhan begitu berat.

 

Dalam keheningan itu, dokter menyarankan agar Munira segera dilakukan tindakan demi kesehatannya.

 

“Pak, kita akan membuat jadwal operasi Munira.  Kalau tidak maka akan berbahaya bagi kesehatan nya,” kata dokter

 

“Maaf Dok, kalau untuk operasi saya kurang setuju. Apakah ada tindakan lain Dok?,” bantah ayah.

 

“Tidak. Anak bapak harus operasi, silahkan bapak musyawarah terlebih dahulu dengan pihak keluarga,” sambil permisi meninggalkan ruangan.

 

Ibu langsung mendekati ayah dan merayu demi kesembuhan sang anak.

 

“yah, ini untuk kebaikkan Munira, kita sudah sama-sama berjuang dari awal. Ikhlaskan saja bahwa kesembuhan Munira melalui perantara dokter,” kata ibu.

 

Kedua orang tuanya saling berpelukkan dan menangis dihadapan Munira. Munira yang cantik juga menangis menahan peradangan dalam perutnya.

 

Setelah mengalami berbagai macam dilema, akhirnya kedua orang tuanya memutuskan untuk mengambil tindakan operasi.

 

 Jadwalpun ditetapkan tanggal 29 Desember 2020. Yaitu operasi Biopsi tumor dan operasi perubahan Sitostomi menjadi pengeluaran kencing langsung dari kemaluan.

 


Biopsi adalah prosedur pengambilan sebagian kecil jaringan dari tubuh pasien untuk diperiksa menggunakan mikroskop.

 

 Melalui biopsi, dokter dapat mengetahui apakah seseorang mengalami kanker atau tidak, dan apakah suatu benjolan merupakan tumor ganas (kanker) atau tumor jinak.

 

Kita pasti bertanya-tanya, mengapa langsung 2 operasi?

 

Ya, karena kedua orang tuanya ingin Munira langsung kencing dari kemaluan melalui kateter urine. Terhitung 14 hari Sitostomi berada ditubuhnya, membuat orang tua merasakan rintihan dari Munira. Pada saat itu dokter hanya mampu berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi keinginan dari pihak keluarga pasien.

 

Penandatangan jadwal operasi langsung dilakukan oleh ayahnya. Sambil menunggu tanggal yang ditetapkan, tentu saja Munira masih dirawat diruang inap. Tangisannya tidak henti-henti, nafsu makan memang tidak terkontrol lagi, bahkan muntah bercampur darah acapkali dikeluarkan. Ochhh bidadari kecilku kuatkan bathin dan fisikmu, Bisikkan hati seorang ibu.

***

 

Tibalah hari yang menakutkan itu, cuaca yang mendung seakan ikut bersedih akan proses yang dialami Munira. Puasa sudah dilakukan Munira sejak sepertiga malam terakhir.

 

Pada pukul 08.00 WIB pengantaran Munira dilakukan oleh perawat dan kedua orangtuanya. Namun ayah hanya mampu mengantar sampai ruang tunggu. Karena terlalu lemah lututnya untuk melangkah ke ruang operasi dan tidak sanggup melihat bidadari kecilnya masuk ke ruang tindakan yang terkesan seram itu.

 

Tiba diruang tunggu, Munira tidak langsung masuk menuju ruang tindakan. Butuh waktu 2 jam lamanya menunggu.

 

Ternyata Munira menjadi pasien terakhir yang ditindak lanjuti. Karena yang menangani Munira ada 2 Dokter bedah, yaitu bedah tumor dan bedah urologi. Maka dari itu harus menunggu kedua Dokter tersebut menyelesaikan pasien lain terlebih dahulu.

 

Akhirnya giliran Munira tiba, mereka dijemput oleh perawat. Dengan linangan air mata, sang ibu menemani munira yang didorong diatas tempat tidur menuju ruang tindakan. Setengah perjalanan, tiba-tiba ibu terjatuh. Dengan sigap, perawatpun membantu membangunkan ibu.

 

“bu, hati-hati bu, ibu harus kuat,” celoteh perawat itu.

 

“Bismillah, iya,” sahut ibu dengan fisik lemah.

 

Tidak lepas dari kejadian itu, ternyata ada kejadian aneh lainnya. Munira dari awal penjemputan hingga masuk ke ruang operasi tidak melepaskan genggaman tangan ibunya. Seolah-olah dia tidak mau pisah dari ibu. Tangisan ibu semakin membludak disaat pemakaian baju operasi ditubuh Munira. Namun Munira tidak menangis, sepertinya dia pasrah. Ini merupakan operasi ke-2 yang harus dialaminya.

 

Didalam ruang operasi, Munira mulai melepaskan genggaman ibu dan merelakan ibu untuk pergi. Karena Munira paham bahwa ibu tidak akan sanggup berada dalam ruangan ini. Akhirnya ibu memilih menunggu diluar, sedikit demi sedikit ibu melepaskan genggaman buah hatinya.

 

Dokter menusukkan obat bius ke tubuh Munira, di situlah baru terdengar suara tangisannya. Dengan menahan tangis, ibu meminta izin untuk mencium hangat gadis cantiknya.

 

“Dok, boleh saya mencium anak saya?,” pinta ibu.

 

“Tentu saja boleh bu,” sahut dokter.

 

“Nak, kamu harus kuat dan tolong berjuang demi ayah dan ibu ya,” lirih kecil menuju telinga dan mencium kening Munira.

 

Ibupun mengayun langkah beranjak keluar kamar operasi, namun hati tidak tahan, tetiba ibu menoleh ke belakang untuk melihat Munira, rasanya tidak tega melihat buah hatinya terbaring tak berdaya seperti itu. Dengan sigap ibu meminta izin lagi kepada dokter.

 

“Dok, sekali lagi, saya mau menciumnya,” sambil berlari ke arah Munira.

 

Munira sudah mulai melemah, matanya mulai tertutup. Akhirnya ibu memilih untuk keluar. Setelah didepan pintu operasi, lagi-lagi hati tidak rela. Ibu kembali berlari ke arah Munira  dan meminta mencium untuk terakhir kali. Rasanya batin ini koyak, anaknya harus berjuang sendiri diruangan yang pengap itu.

 

Dokter langsung mengarahkan perawat untuk membawa ibu keluar. Karena operasi harus selesai sesuai dengan target yang telah ditentukan.

*

 

Di luar terlihat ayah sudah duduk dengan linangan air mata. Ibu menghampiri ayah dan segera memeluknya.

 

“yah, Munira... Ma... Ma... Ma...u di operasi,” tangisan ibu kembali pecah.

 

“sudah, jangan menangis lagi. Yuk, kita ambil wudhu untuk membaca surah Yasin agar diberikan kelancaran oleh Allah,” mengelus bahu istri dan mengajaknya beranjak dari tempat duduk.

 

Satu persatu ayat mulai dibaca, tidak sadar jika sudah dipenghujung surah, terdengarlah suara dokter memanggil keluarga Munira. Sontak keduanya langsung berdiri. Tetapi hanya satu yang diperbolehkan masuk ke ruangan untuk melihat, ibu menyuruh ayah untuk masuk. Dengan wajah pucat dan gemetar ayah langsung memberanikan langkah menuju ruangan itu.

 

Dari kejauhan ayah melihat Munira yang sedang tergeletak dibawah lampu dengan begitu banyak alat-alat disampingnya.

 

“pak, silahkan masuk,” sambut dokter.

 

“Begini pak, anak bapak tidak bisa lagi mengeluarkan feses atau tinja secara normal. Karena Tumor sudah menekan saluran kencing dan saluran feses, apa boleh kami membuat lubang STOMA, untuk sementara?,” tanya dokter.

 

Meyakinkan ayah Munira. Dokter menjelaskan Arti STOMA sendiri sebenarnya adalah lubang pada tubuh. Pada beberapa kondisi, diperlukan pembuatan lubang di dinding perut untuk mengeluarkan feses atau tinja. Dengan demikian, feses tidak dikeluarkan melalui anus.

 

Dokter memperlihatkan bagian perut Munira kepada ayah, ayah langsung lemas dan terjatuh, ketika dokter membuka tangannya yang berada di perut Munira. Ternyata perut Munira sudah terbelah dan isi dalam perutnya di keluarkan.

 

Hati siapa yang tidak hancur berkeping-keping, ketika melihat si buah hati dalam keadaan begitu. Tangisan mulai berhamburan jawabanpun tidak bisa dilontarkan oleh sang ayah.

 

“pak, silahkan jawab, karena waktu kami tidak banyak, bapak harus menandatangani jika setuju,” Kata dokter sambil memegang ayah yang lemas.

 

Dokterpun menyuruh bapak untuk berdiskusi bersama keluarga diluar untuk bisa memutuskan jawabannya.

 

“silahkan bapak keluar dan menanyakan pada keluarga lainnya, namun harus cepat bapak ambil keputusan,” arahan dokter.

 

Bergegas ayah keluar dengan air mata yang tidak bisa dibendung lagi. Langsung ibu memeluk ayah dan bertanya keadaan sang anak.

 

“mengapa Munira?,” tanya ibu cemas.

 

Ayah hanya diam dan terus menangis. Ibupun semakin cemas dan mengulangi lagi pertanyaannya.

 

“Mengapa Munira? mengapa Munira?, Jawab yah,  apa Munira masih hidup?,” paksa ayah untuk menjawab sambil memegang kedua pipi dan menatap sepasang mata suaminya itu.

 

Dengan menahan tangis ayah memberitau ibu keadaan Munira sebenarnya.

 

“Munira harus dibuat lubang STOMA agar bisa mengeluarkan feses,”  kata ayah sambil mengusap-usap air matanya.

 

Ditengah suasana menegangkan itu, dokter sekali lagi menghampiri orang tua Munira untuk menerima keputusan.

 

“Pak, silahkan ambil keputusan,” suruh dokter.

 

Mereka saling tatap menatap dan akhirnya menyetujui surat yang sudah diberikan Dokter. Dalam keadaan menangis, ayah masih saja terbayang pengeluaran isi perut Munira. Jangankan melihat lubang STOMA, mendengarnya saja baru kali ini.

 

Itulah yang dirasakan oleh kedua orang tua Munira. Setelah menandatangani akhirnya mereka keluar dan menunggu Munira hingga selesai operasi. Mereka duduk dilantai, walau orang lain memilih duduk di kursi. Sepasang suami istri ini hanya menangis dan berdoa. Sesekali menatap pintu ruang operasi, berharap Munira segera keluar.

 

***

 

Tepat pukul 13.30 WIB, dokter mulai memanggil keluarga Munira agar membawa kain untuk menutupi tubuh mungilnya.

Sewaktu Munira dikeluarkan dari ruang operasi, Alhmdulillah Munira langsung sadar dan memanggil ibunya.

 

“Mak...Mamak... Mak”.

 

Langsung ayah menjemputnya dan membawanya keruang tunggu. Di ruang tunggu Munira sudah disambut oleh ibu sambil tersenyum dan menciumnya.

 

“Bu, Silahkan naik hospital bed/ranjang pasien, bersama Munira! Karena saya lihat ibu sudah lelah dan Munira butuh ibu,” ucap dokter.

 

Akhirnya mereka didorong menuju ruangan, sesampai diruangan kedua orang tua kembali menangis saat melihat lubang STOMA yang berada ditubuh Munira.

 

Keluarga pasien yang lain semua ikut menangis melihat keadaan Munira. Karena Munira yang paling kecil diantara pasien lain.

 

Saat itu Munira minta makan dan minum, namun tidak diizinkan oleh Dokter. Karena masa bius belum habis, harus menunggu sekitar 2 jam dulu. Ternyata sebelum sampai 2 jam Munira muntah. Mengeluarkan cairan dalam perutnya, berwarna hijau kehitaman. Muntahnya tidak terkontrol lagi, bahkan keluar melalui hidung.

 

Terhitung 2 hari 2 malam Munira berpuasa, tidak dapat makan dan minum. Karena jikapun dimasukkan makanan ke mulutnya akan berbahaya. Dokter menganjurkan untuk menghabiskan seluruh cairan di dalam perut Munira dengan cara pembuatan selang NGT.

 

Selang nasogastrik (nasogastric tube/NGT), yang dikenal juga dengan nama selang makanan atau sonde, adalah selang plastik lunak yang dipasang melalui hidung (nasal) menuju lambung (gaster). Agar tidak berpindah posisi, selang akan direkatkan ke kulit di dekat hidung dengan pita perekat.

 

Rasanya bak petir yang menyambar hati kedua orang tua. Lagi dan lagi Munira harus mengalami sakit ditempat yang berbeda. Hati orang tua harus benar-benar ikhlas mendengar anjuran Dokter lagi. Kemudian selang NGT segera dipasang dan hasilnya begitu banyak cairan hijau yang keluar dari lambungnya. Rasanya dunia ini begitu sempit sehingga hanya penyakit Munira yang harus mereka lihat.

 

Beralih dengan kesehatan kedua orangtuanya. Ibu tidak tahu lagi mana jam makan pagi, siang, dan malam. Bahkan ibu akan makan jika disuap oleh ayah. Berat badan ibu semakin hari semakin turun, karena memikirkan derita Munira. Ayah sempat jatuh sakit di ruangan, semua itu wajar terjadi.

 

Bayangkan mereka berbulan-bulan tidur di rumah sakit. Sementara ayah tidur hanya beralaskan tikar segi empat dilantai. Itupun ayah tidak nyenyak tidur, karena Munira asyik nangis berkepanjangan. Namun Allah-lah Maha segalanya, walau dalam keadaan begitu orang tua Munira masih diberi kesabaran dan kekuatan yang luar biasa.

Perjuangan Munira untuk pulih terus berlanjut, tunggu kisah lanjutannya sahabat BFLF

#Melawan Tumor Bersama Munira 

Salam Kemanusiaan BFLF
=============
www.bflf.or.id
Fanpage    : blood for Life Foundation
Instagram : bflfindonesia
Twitter       : blood_bflf
email  :
bloodforlifefoundation@gmail.com
YouTube: BFLF Indonesia
Donasi :
Bank BSI 
Rek. 821-608-5290
Bank Aceh
Rek. 614-0224- 7809008
an.blood for life foundation

=============
Dikisahkan Oleh Imel
Editor Saadatul Abadiyah


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Panggilan “Mak” kembali Terdengar Dari Munira

Trending Now